The Forty Part Motet Dunia seni rupa biasanya didominasi oleh indra penglihatan. Kita datang ke galeri untuk melihat lukisan, patung, atau instalasi cahaya.

The Forty Part Motet: Simfoni Keheningan dan Kehadiran dalam Mahakarya Janet Cardiff
Oleh: MELEDAK77
Pada Tanggal: 20/12/2025
Namun, pada tahun 2001, seniman asal Kanada, Janet Cardiff, menjungkirbalikkan tradisi tersebut melalui sebuah karya monumental berjudul The Forty Part Motet (Spem in alium nunquam habui). Karya ini bukan tentang apa yang kita lihat, melainkan tentang bagaimana suara dapat membentuk ruang, emosi, dan kehadiran fisik yang melampaui batas-batas visual.
Konstruksi Teknis: 40 Suara, 40 Identitas
Secara fisik, instalasi ini tampak sederhana namun megah. Di dalam sebuah ruangan besar yang sering kali dibiarkan kosong tanpa dekorasi, terdapat 40 pengeras suara (speakers) yang berdiri di atas penyangga setinggi telinga manusia. Speaker-speaker ini disusun membentuk lingkaran oval yang luas.
Keajaiban sebenarnya terletak pada apa yang keluar dari speaker tersebut. Cardiff merekam paduan suara dari Salisbury Cathedral Choir yang menyanyikan komposisi musik abad ke-16 karya Thomas Tallis, berjudul Spem in alium. Namun, alih-alih merekamnya sebagai satu kesatuan suara (seperti dalam rekaman CD atau streaming biasa), Cardiff merekam setiap penyanyi secara individual menggunakan mikrofon terpisah.
Artinya, setiap satu speaker mewakili satu suara manusia. Jika Anda berdiri tepat di depan satu speaker, Anda akan mendengar napas, gumaman pelan, bahkan suara batuk kecil dari satu penyanyi tertentu—entah itu suara bass yang berat atau sopran yang melengking. Namun, jika Anda berdiri di tengah ruangan, 40 suara tersebut menyatu menjadi sebuah harmoni surgawi yang menyelimuti seluruh tubuh Anda.
Esensi Musik: “Spem in Alium” dari Thomas Tallis
Lagu yang dipilih Cardiff adalah motet (komposisi musik suara sakral) dari zaman Renaissance. Thomas Tallis menggubah lagu ini sekitar tahun 1570 untuk delapan paduan suara yang masing-masing terdiri dari lima suara, sehingga totalnya adalah 40 suara independen.
Liriknya, yang diambil dari Kitab Yudit, berbunyi: “Spem in alium nunquam habui praeter in te, Deus Israel” (Aku tidak pernah menaruh harapan pada siapa pun selain pada-Mu, Allah Israel). Musik ini sendiri adalah keajaiban matematika dan seni; setiap suara saling menyahut, bertumpuk, dan berinteraksi dalam pola yang sangat kompleks. Cardiff mengambil keajaiban abad ke-16 ini dan memberikannya wadah teknologi abad ke-21.
Pengalaman Subjektif: Berjalan di Dalam Musik
Yang membuat The Forty Part Motet begitu berpengaruh adalah pengalaman “imersif” yang ditawarkannya. Dalam konser musik klasik tradisional, penonton duduk diam menghadap panggung. Ada jarak yang jelas antara penampil dan pendengar.
Dalam instalasi Cardiff, jarak itu dihapuskan. Pengunjung bebas bergerak:
-
Pendekatan Intim: Pengunjung bisa mendekatkan telinga ke satu speaker untuk merasakan kerentanan suara manusia tunggal. Anda bisa mendengar kepribadian sang penyanyi melalui getaran suaranya.
-
Perspektif Ruang: Saat pengunjung berjalan berkeliling, perspektif musik berubah. Suara berpindah dari kanan ke kiri, dari depan ke belakang, menciptakan sensasi fisik seolah-olah musik adalah sesuatu yang padat yang bisa disentuh.
-
Transendensi di Tengah: Saat berdiri di tengah lingkaran, penonton sering kali mengalami apa yang disebut sebagai pengalaman spiritual atau katarsis. Banyak pengunjung yang dilaporkan menangis saat mencapai puncak lagu, karena suara tersebut tidak hanya terdengar di telinga, tapi terasa bergetar di dalam dada.
Konteks Seni Kontemporer 2001
Munculnya karya ini di tahun 2001 menandai pergeseran besar dalam seni kontemporer. Saat itu, dunia seni mulai jenuh dengan karya yang terlalu mengandalkan konsep intelektual yang berat atau provokasi visual yang kasar. Cardiff menawarkan sesuatu yang berbeda: pengalaman sensorik murni.
Karya ini memenangkan Millennium Prize dari National Gallery of Canada dan dipamerkan di museum-museum paling bergengsi di dunia, termasuk MoMA di New York dan Tate Modern di London. Ia membuktikan bahwa teknologi (dalam hal ini speaker dan rekaman digital) bisa digunakan untuk membangkitkan emosi manusia yang paling purba.
Makna Kehadiran dan Ketidakhadiran
Ada ironi yang indah dalam The Forty Part Motet. Meskipun kita mendengar 40 orang bernyanyi dengan sangat nyata, ruangan itu sebenarnya kosong. Para penyanyinya tidak ada di sana. Yang ada hanyalah mesin dan kabel.
Karya ini mengeksplorasi tema kehadiran (presence). Suara adalah bukti bahwa seseorang pernah ada di sana, bernapas, dan mengeluarkan energi. Dengan mendengarkan rekaman individual tersebut, Cardiff seolah-olah menghadirkan “hantu” para penyanyi tersebut ke dalam ruangan. Ini adalah meditasi tentang waktu; bagaimana momen yang terekam di masa lalu bisa dirasakan dengan begitu intens di masa sekarang.
Bagian Jedah: Suara di Balik Layar
Di sela-sela pemutaran lagu yang berdurasi sekitar 11 menit, Cardiff membiarkan rekaman tetap berjalan selama beberapa menit. Di masa jeda ini, penonton bisa mendengar para penyanyi berbicara satu sama lain, berdeham, atau sekadar mengobrol santai sebelum mulai bernyanyi lagi.
Detail kecil ini sangat krusial. Ini mengingatkan kita bahwa keindahan megah dari musik Tallis dihasilkan oleh manusia biasa yang juga bisa merasa lelah atau bercanda. Hal ini meruntuhkan dinding “kesucian” musik klasik dan menjadikannya sangat manusiawi.
Warisan Abadi
Sejak tahun 2001, The Forty Part Motet dianggap sebagai standar emas bagi seni instalasi suara. Ia menginspirasi banyak seniman muda untuk mengeksplorasi audio sebagai medium utama. Karya ini juga sering kali dipasang di tempat-tempat unik, seperti biara tua, gudang terbengkalai, atau ruang bawah tanah gereja, di mana akustik ruangan asli berinteraksi dengan suara dari speaker.
Di dunia yang semakin bising dan penuh dengan distraksi visual, karya Janet Cardiff menawarkan sebuah oase keheningan—bukan keheningan tanpa suara, melainkan keheningan pikiran di mana kita bisa benar-benar mendengar.
Kesimpulan
The Forty Part Motet adalah bukti bahwa seni yang paling kuat sering kali adalah seni yang paling sederhana dalam konsepnya namun paling mendalam dalam dampaknya. Janet Cardiff tidak menciptakan patung yang bisa kita sentuh dengan tangan, melainkan sebuah patung suara yang menyentuh jiwa kita.
Tahun 2001 mungkin akan diingat karena banyak hal besar, namun dalam sejarah seni rupa, tahun tersebut akan selalu dikenang sebagai tahun di mana 40 speaker berdiri dalam lingkaran dan mengubah cara kita mendengarkan dunia.
Di Tulis Ulang Oleh Meledak77

